Tuesday, November 5, 2013

Dogmatika II


Nama                     : Wahyu Martulus Sirait
M. Kuliah             : Dogmatika II
Teologi Anugerah/Ajaran Keselamatan dalam pandangan berbagai aliran
a.      Methodisme, Pentakostalisme, Kharismatikisme, Adventis dan Anglikanisme
I.                   Pendahuluan
            Pada sajian sebelumnya kita telah membahas bagaiamana Konttraversi teologi anugrah didalam aliran-aliran Reformasi, pada kali ini kita akan membahas bagaimana teologi anugerah/ajaran keselamatan diberbagai aliran yang berada diluar tubuh Gereja Katolik Roma dan aliran-aliran Reformasi.  Dan pada pembahasan kali ini penyaji akan membahas/menulis sejarah ringkas munculnya aliran-aliran dan teologi anugerah/ajaran keselamatan Methodisme, Pentakostalisme, Kharismatikisme, Adventisme dan Anglikanisme. Semoga sajian kita kali ini menambah wawasan kita dan memberi informasi baru mengenai teologi anugerah/ajaran keselamatan diluar GKR dan aliran Reformasi (Lutheran/Calvinis)

II.                Pembahasan
2.1.            Pengertian Anugerah/Keselamatan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Anugerah adalah pemberian atau ganjaran dari pihak atas pada pihak bawah atau juga bisa pemberian dari pihak orang besar kepada pihak yang kecil. Dan arti keselamatan adalah kata yang dipakai untukmenunjuk kepada suatu keadaan dimana kita menemukan adanya kesejahteraan dan kebahagiaan. Kata ini menggambarkan keadaan selamat seperti terhindar dari bahaya, bencana, aman sentosa, tidak mendapat gangguan atau kerusakan, tidak kekurangan sesuatu apapun dan tidak ada kegagalan.[1]
Dalam Perjanjian Lama, Anugerah diterjemahkan dengan kata Hased, menunjuk kepada focus apa yang YHWH lakukan bagi Isarel dan penyembahan kepada Allah yang bersiffat Individual.[2]
Dalam Perjanjian Baru kata Anugerah berasal dari kata kharis yang pada hakekatnya merupakan pemberian yang yidak harus dibalas. Kata kharis berarti “thanks” (Rm. 16:17, 7:25) dan “thanks offering” (I Kor. 16:3, II Kor. 8:16). Secara khusus Paulus menggunakan kata ini dalam peristiwa keselamatan secara linguistik menunjuk kepada pemberian Allah. Dalam kebebasan-Nya memberi anugerah yang harus diterima dengan sukacita.[3]
Sedangkan mengenai kata keselamatan dalam PL  berasal dari kata Yasha, yang artinya ialah lebar atau luas, lawan dari kesempitan attau tindasan. Dengan demikian keselamatan berarti bebas dari seuatu yang mengikat atau membatasi, yang kemudian menjadi pembebasan, pelepasan atau memberikan keleluasaan dan kelanpangan kepada sesuatu. Didalam PL keselamatan tidak hanya pemnbebasan dari sesuatu kesukaran tertentu, tetapi pembebasan bagi Tuhan untuk melaksanakan rencana-Nya yang khusus (Yes. 43:11-12; 49:6). Dan dalam PB keselamatan berasal dari kata soter dan soteria yang artinya perawatan, kesembuhan, pertolongan, penyelamatan, penebusan atau kesejahteraan.[4]
2.2. Teologi Anugerah dalam pandangan berbagai Aliran
2.2.1. Methodisme
2.2.1.1.Sejarah Singkat[5]
Aliran Methodist muncul pada abad ke-18 dan menandai bangkitnya semangat kebangunan Rohani (Revival), mula-mula di Inggris kemudian menyebar keseluruh dunia. Tokoh utamanya adalah dua bersaudara Wesley: John dan Charles. Methodisme pada mulanya merupakan nama ejekan terhadap sebuah wadah keagamaan di Oxford yang dikenal juga dengan nema Perhimpunan Kudus. Munculnya gerakan Methodisme sebenarnya bermula dari pertobatan yang dialami oleh John Wesley pada 24 Mei 1738. Dia merasakan hatinya dibakar dan merasa dibenarkan dalam Kristus. Hanya didalam Kristus ada Keselamatan dan keselamatan itu telah dikaruniakan kepadanya. John Wesley mengkhotbahkan tentang pertobatannya sehingga banyak orang yang bertobat dan menjadi pengikutnya. Mereka inilah yang dikenal dengan Methodis. Orang-orang Methodis kemudian keluar dari Gereja Anglikan serta mengorganisir gereja sendiri pada tahun 1795 yang bernama Gereja Methodis.

 2.2.1.2.Teologi Anugerah
Menurut John Wesley, manusia mengetahui bahwa Allah telah membenarkannya, bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosanya dan bahwa Allah telah menciptakannya menjadi manusia baru. Kepastian keselamatan ialah kesaksian Roh Kudus kepada Roh kita yang meyakinkan  bahwa kita adalah anak Allah (Rm 8:16), bahwa kita dikasihi Yesus Kristus, bahwa Yesus Kristus telah menyerahkan hidup-Nya untuk kita, bahwa semua dosa kita telah diampuni dan diperdamaikan dengan Allah.
Gereja Methodis meyakini bahwa kehidupan orang Kristen merupakan kehidupan yang berdasarkan hubungan pribadi dengan Kristus. Hubungan itu diibaratkan seperti hubungan suami-istri. Pada mulanya hubungan itu baru dalam tahap saling mengenal dan terbatas, tetapi hubungan itu makin lama semakin dekat, sehingga lahirlah keyakinan dan kepastian bahwa mereka saling mengasihi.[6]
Bagi ajaran Methodis mengenai keselamatan, aliran ini berpendapat bahwa meskipun penebusan dan keselamatan disediakan bagi semua orang, bisa saja bahwa pada akhitnya ia kehilangan kasih-karunia Allah itu. Sebab bisa saja pada akhir hidupnya ia murtad. Hal ini sekaligus menolak pandangan Calvin.[7]
Menurut John Wesley, ada tiga tahap proses Anugerah Allah terhadap manusia, anugerah tersebut adalah: [8]
A.      Anugerah Pendahuluan (Previent Grace)
Anugerah pendahuluan adalah anugerah yang telah diberikan Allah kepada manusia sebelum manusia bertobat dan menerima Allah. Menurut john Wesley, semua manusia tanpa terkecuali sudah menerima anugerah pendahuluan ini, baik kafir, Yahudi, Islam dan sebagainya. Anugerah pendahuluan ini dilukiskan oleh John Wesley bagaikan teras sebuah rumah. Semua orang sudah ada pada teras keselamatan. Oleh karena itu, bagi John Wesley tidak adil mengatakan bahwa orang yang bukan Kristen itu semua dihukum oleh Tuhan Allah.
  B.       Anugerah Pembenaran (Justifying Grace)
Anugerah pembenaran adalah anugerah pertobatan, ketika manusia mengalami sendiri pengampunan dosanya dan percaya bahwa Allah sudah memberikan “grasi” atas hukuman dosanya. Anugerah pertobatan belum merupakan Akhir dari prosess anugerah. John Wesley menggambarkannya sebagai pintu gerbang (gate) dari rumah keselamtan itu. Anugerah pembenaran adalah karya allah pada manusia melalui Yesus Kristus.
C.      Anugerah Pengudusan (Sanctifying Grace)
Anugerah pengudusan adalah anugerah yang Allah berikan pada manusia lewat karya Roh kudus sehingga manusia dapat bertumbuh kearah kedewasaan. John Wesley menggambarkan hubungan anugerah pembenaran dengan anugerah pengudusan dengan kelahiran manusia secara jasmani. Seperti kelahiran bayi dari rahim ibunya, bayi itu tidak cukup hanya dilahirkan, tetapi ia juga harus bertumbuh. Saat kelahiran merupakan anugerah pembenaran, sementara proses pertumbuhan dalam waktu lama merupakan anugerah pengudusan. Hal itu digambarkan oleh John Wesley seperti sebuah rumah keselamatan.
 2.2.2.      Pentakostalisme
2.2.2.1.Sejarah Singkat[9]
Kemunculan Gerakan Pentakosta ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
Awal Kemunculan Versi Pertama:
Gerakan Pentakostal lahir pada tanggal 1 Januari 1901. Pada waktu itu terjadi suatu peristiwa luar biasa yang berlangsung di Topeka, negara bagian Arkansas, Amerika Serikat, yaitu seorang gadis yang bernama Agnes N. Osman berkata-kata dalam bahasa asing. Peristiwa ini diyakini sebagai pencurahan Roh Kudus atau Baptisan Roh. Peristiwa tersebut disebarluaskan oleh Charles Fox Parham, direktur sekolah Alkitab Bethel di Topeka. Sebelumnya Charles Fox adalah pendeta Episcopal Methodis Church. Disinilah ia mempelajari ajaran kesuciansebgai berkat atau karunia kedua. Tetapi kemudian ia meningggalkan gereja ini karena menurutnya ajaran dan prakteknya sudah kurang menekankan kesucian hidup dan peranan Roh Kudus.
  Awal Kemunculan Versi Kedua:
“Peristiwa Pentakosta” berikutnya yang lebih menggemparkan dan lebih menentukan bagi perkembangan dan masa depan gerakan Pentakostal terjadi di Los Angeles, California, pada tgl 9 April 1906. Beberapa hari sebelumnya William J. Seymour berkotbah di sebuah jemaat kecil dari gereja Baptis. Setelah mendengar kotbahnya tentang Baptisan Roh, jemaat itu menolak mendengar kotbahnya lebih lanjut, akan tetapi beberapa warganya mengundangnya berkotbah di rumah mereka. Setelah berkotbah 3 hari berturut-turut, Roh Kudus turun dan terdengarlah bahasa lidah di kawasan pantai barat negeri itu. Peristiwa itu segera tersiar ke seluruh penjuru kota, bahkan ke seluruh negeri. Jumlah peserta perkumpulan ini semakin besar sehingga mereka menyewa sebuah gedung bekas gereja Methodis di Azusa Street. Selama bertahun-tahun hampir setiap hari di Azusa street diadakan kebaktian kebangunan rohani. Dengan berbagai cara mereka berteriak, menangis, menari, kesurupan dan sebagainya untuk membuktikan bahwa mereka telah menerima baptisan Roh dan karunia “berbahasa lidah”, di samping karunia-karunia lain ( seperti penyembuhan Ilahi ). Setelah yakin telah menerimanya mereka pulang dan menyebarkan berita itu. Dalam waktu singkat berdirilah sejumlah pusat Pentakostal di kota-kota besar AS maupun di berbagai negeri di dunia ini.
Hingga tahun 1914 kaum Pentakostal pada umumnya masih berada di lingkungan gerakan kesucian. Sementara gerakan Pentakostal semakin meluas, semakin banyak pula dari antara “gereja-gereja kesucian“ itu yang ikut memahami baptisan Roh dan bahasa lidah sebagai pengalaman ketiga dan jaminan akhir dari kesucian yang lebih meyakinkan dari “ berkat kedua’. Dengan demikian bagi mereka ada tiga tahap atau jenis berkat: pembenaran, penyucian dan Baptisan Roh. Gereja-gereja yang menganut paham ini selanjutnya menjadi pusat penginjilan Pentakostal. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadilah perbedaan paham tentang ajaran “ berkat kedua”. Hal ini diatasi dengan pertemuan raya tahun 1914 di Hots Spring, negara bagian Arkansas. Di sini pulalah lahir organisasi gereja Pentakostal yang pertama: The Assemblies of God. ( hasil penginjilan organisasi ini di Indonesia menggunakan nama Sidang Jemaat ALLAH ). The Assemblies of God kemudian mengklaim diri sebagai gereja Pentakostal terbesar di Amerika Serikat, menjadi salah satu dari gereja-gereja Pentakostal yang menempatkan diri di luar jalur Methodis.
2.2.2.2.Teologi Anugerah
Dalam ajaran Gerakan Pentakosta mengenai Keselamatan menjadi salah satu pokok ajaran pentakosta, menurut gerakan ini Keselamatan diyakini sebagai buah-buah Karunia Allah, yang ditawarkan kepada manusia melalui  pemberitaan dan ajakan menyatakan penyesalan dan mohon pengampunan kepada Allah, dan Iman kepada Yesus Kristus. Manusia diselamatkan melalui permandian kelahiran-kembali dan pembaruan oleh Roh Kudus. Setelah dibenarkan oleh oleh kasih karunia-karunia melalui iman, ia menjadi anak-anak Allah, sesuai dengan pengharapan akan kehidupan kekal. Bukti batiniah bagi orang percaya tentang keselamatannya adalah kesaksian langsung dari Roh Kudus, sedangkan bukti lahiriah adalah kehidupan di dalam kebenaran dan kesucian yang sejati.[10]
Jadi menurut gereja Pentakosta keselamatan itu diperoleh melalui baptisan yang terbagi menjadi dua yaitu baptisan air dan baptisan Roh [dan Api] dan hal itu dinyatakan pada karunia bahasa Lidah (glossolalia). Dan baptisan dalam gerakan Pentakosta pada umumnya adalah baptisan orang-orang dewasa dengan cara selam yang mengutamakan peranan Kristus dan membaptis dalam nama Yesus.[11]
 2.2.3.      Kharismatikisme
2.2.3.1.Sejarah Singkat[12]
Gerakan/aliran Kharismatik dikenal juga dengan nama “Gerakan Pentakostal Baru”.  Dengan demikian jelaslah bahwa gerakan Kharismatik berpangkal pada gerakan Pentakostal. Ciri utama yang menunjukkan bahwa gerakan Kharismatik berpangkal dan mirip dengan  gerakan Pentakostal ialah, keduanya memberi tekanan pada “Baptisan Roh” dan “Penyembuhan Ilahi).
Cikal bakal Gerakan Kharismatik ini adalah sebuah organisasi para pengusaha Kristen yang bernama The Full Gospel Business Men’s Fellowship (FGBMF), yang dibentuk oleh Demos Shakarian, seorang milyuner di kota California, Amerika Serikat. Sejak semula kalangan FGBMF sudah menggunakan nama “Persekutuan Kharismatik” untuk pertemuan-pertemuan mereka.
Suatu peristiwa yang sering/lazim diacu sebagai penanda awal kemunculan gerakan Kharismatik ini ialah peristiwa yang terjadi di lingkungan Gereja Episkopal di sekitar kota Los Angeles-California, pada tahun 1959. Dalam peristiwa tersebut sepasang suami-istri yang masih muda, John dan Joan Baker, menerima Baptisan Roh disertai tanda berbahasa lidah, setelah bersentuhan dengan kalangan Pentakostal. Segera menyusul 10 orang lagi, lalu mereka berhimpun mengadakan kebaktian sendiri. Peristiwa ini (Baptisan Roh) kemudian dialami pula oleh jemaat-jemaat Episkopal di sekitarnya, dan mengakibatkan api kharismatik menyulut kobaran di mana-mana.
 2.2.3.2.Teologi Anugerah[13]
Menurut kaum Kharismatik keselamatan mereka berpumpun pada Yesus. Kesaksian tentang Baptisan Roh secara konstan mengacu pada perjumpaan dengan Yesus, penyerahan yang lebih mendalam kepada Yesus, dan penerimaan yang lebih penuh akan Yesus sebagai Tuhan. Pumpunan kepada Yesus ini diungkapkan dalam keyakinan bersama bahwa Yesus adalah Pemberi Baptisan Roh kudus.
Kemudian Baptisan, penekanan kaum kharismatik mengenai baptisan sama dengan aliran Pentakosta. Dimana kedua aliran ini mengakui baptisan itu ada dua yaitu Baptisan air dan Baptisan Roh. Tetapi Baptisan Roh dalam aliran ini tidak masuk sebagai sakramen.  
Mengenai Baptisan Roh dikalangan Pentakosta tidak bisa tidak harus disertai oleh karunia berbahasa lidah, sedangkan bagi kaum Kharismatik, kendati Baptisan Roh juga merupakan pengalaman rohani yang mutlak, namun tidak mesti disertai oleh glossolalia itu. Sebab bagi kaum Kharismatik bukan hanya glossolalia yang merupakan karunia utama (Lih. I Kor. 12: 8-10). Meskipun yang dibicarakan lebih banyak mengenai bahasa lidah.
Yang terakhir ialah Kuasa Rohani.  Menurut aliran Kharismatik Kuasa Rohani yang mendampingi Baptisan Roh, bagi mereka sebagai orang yang diselamatkan harus diwujud-nyatakan dalam kemampuan memuji Allah, menginjili, mengusir dan mengalahkan siijahat, serta mempraktikkan karunia-karunia Roh.  Kuasa rohani ini dialami sebagai karuia dari Tuhan Yesus yang banngkit, mengalir dari kepatuhan pada Firman Allah dan mewujud dalam setiap  bentuk pelayanan kristiani, termasuk di dalam pemberitaan Firman dan pelayanan sakramen.
 2.2.4.      Adventisme
2.2.4.1.Sejarah Singkat[14]
Adventis lahir di USA pada tahun ± 1830. Pada abad ke-19 gereja-gereja utama (Episkopal, Methodis, Baptis, Presbiterian dan Kongregasional) secara umum sedang lemah, sedangkan kemajemukan dan kebebasan beragama dijamin oleh undang-undang negara turut melahirkan gerakan-gerakan baru dari gereja-gereja Protestan, salah satu di antaranya adalah Adventis.
Salah satu tokoh Adventis adalah William Miller 1782-1849 dari Massachusetts. Pokok perhatian Miller adalah ajaran Eskatologi/tentang hal-hal zaman akhir, peristiwa di sekitar kedatangan kembali Yesus Kristus untuk mendirikan kerajaan seribu tahun di bumi. Miller menentukan kedatangan Yesus berdasarkan nubuat kitab Daniel 8:14, 22 Oktober 1843 dan 1844. Ternyata Miller mengakui bahwa ia salah menetapkan tanggal, namun ia tetap berpegang pada ajaran bahwa Kristus akan segera datang.
Salah satu murid Miller adalah Ellen G. White. Gereja Advent hari ke-Tujuh percaya bahwa perhitungan kedatangan Tuhan tanggal 22 Oktober 1844 tidaklah keliru. Di tanggal itu nubuat dari Kitab Daniel bukanlah tentang pengudusan dunia, melainkan menunjuk kepada perubahan yang terjadi di sorga. Pada hari itu Tuhan Yesus tidak turun ke dunia, melainkan memulai tahap karya penebusan yang baru, yaitu Tuhan Yesus memasuki ruang mahakudus di sorga untuk melihat perbuatan-perbuatan orang Kristen dan menetapkan nama-nama mereka apakah dimasukkan ke dalam kitab kehidupan atau tidak.
Desember 1844 Ellen bersekutu dalam doa dengan empat wanita lainnya. Lalu ia mengaku menerima penglihatan yang pertama bahwa 144.000 umat Advent berjalan menuju gerbang sorgawi dan Yesus membukakan pintu gerbang sorgawi bagi mereka. Setelah diberi kecapi emas 144.000 orang itu berhimpun dekat pohon kehidupan di singgasana Allah. Ada malaikat yang berkata kepada Ellen, ”Engkau harus kembali ke bumi, memberitahukan kepada orang lain apa yang diwahyukan kepadamu.”
Setelah memberitahukan penglihatan ini kepada sekelompok kecil orang Adven di Portland, mereka bersepakat mendukung Ellen bahwa itu adalah terang dari Allah. Tak lama kemudian Ellen mengaku menerima sejumlah penglihatan lain. Demikianlah selanjutnya pada tahun-tahun berikutnya ia menyatakan diri sebagai alat di tangan Allah. Dan dalam kenyataannya setiap penetapan ajaran gereja Advent harus terlebih dulu didahului dan disahkan oleh penglihatan yang diterima Ellen G. White.
Hiram Edson, Joseph Bates dan Ny. Ellen Gould-White menekankan bahwa hari perhentian dan peribadahan adalah hari Sabat (Sabtu) sesuai dengan titah ke-4 dalam Dasa Titah. Ny. Ellen Gould-White mengklaim bahwa ia mendapat penglihatan yang menyatakan bahwa Tuhan Allah tidak pernah mengubah hari Sabat ke hari Minggu. Penggantian ini hanyalah ciptaan paus dan kaisar Roma. Gereja yang benar adalah gereja yang menguduskan hari Sabat. Miller mengatakan bahwa perayaan hari Minggu adalah dosa gereja yang terberat. Gereja Advent hari ke-Tujuh berpusat di Battle Creek, Michigan, USA. Dalam Adventisme terdapat dua aliran yang besar: Gereja Kristen Advent dan Gereja Advent hari ke-Tujuh yang terbentuk sesudah kegagalan tahun 1844.

2.2.4.2.Teologi Anugerah[15]
Gereja Advent menganut pandangan yang sama dengan kebanyakan Kristen Protestan, dosa mengakibatkan manusia mewarisi kodrat yang rusak dan terpisah secara rohani dari Allah. Dosa dengan demikian dipahami sebagai keadaan semua manusia dan manusia tidak dapat melepaskan diri dari keadaan ini tanpa anugerah Allah. Mayoritas Advent percaya bahwa semua manusia mewarisi kodrat kemanusiaan yang telah rusak dari Adam. Bukan saja mewarisi kodrat kemanusiaan yang sudah rusak, tetapi juga turut menanggung akibat pelanggaran Adam.

·         Doktrin Keselamatan dan Kehendak Bebas

Doktrin Keselamatan dalam Gereja Advent banyak dipengaruhi oleh tradisi Wesleyan, yang merupakan ekspresi Arminianisme. Hal ini terlihat dalam dua hal. Pertama, adanya penekanan dalam ajaran Gereja Advent pada penyucian sebagai konsekuensi yang diperlukan dan tak terelakkan dari keselamatan dalam Kristus. Penekanan pada ketaatan ini tidak dianggap mengurangi prinsip reformasi sola fide ("iman saja"), melainkan untuk memberikan keseimbangan yang penting bagi doktrin pembenaran oleh iman, dan untuk menghindari pengaruh antinomianisme. Sementara menegaskan bahwa orang Kristen diselamatkan sepenuhnya oleh kasih karunia Allah, Gereja Advent juga menekankan ketaatan kepada hukum Allah sebagai respon yang tepat untuk keselamatan.
Kedua, Gereja Advent menekankan ajaran Kehendak Bebas, setiap individu bebas untuk menerima atau menolak tawaran keselamatan Tuhan. Karena itu Gereja Advent menolak pandangan doktrin Calvinis , yakni: takdir (atau pemilihan tanpa syarat), penebusan terbatas, dan ketekunan orang-orang kudus ("sekali diselamatkan tetap selamat"). Seventh-day Adventists Answer Questions on Doctrine menyatakan bahwa Gereja Advent percaya: "Setiap individu bebas untuk memilih atau menolak tawaran keselamatan melalui Kristus; kami tidak percaya bahwa Allah telah menakdirkan sebagian orang akan diselamatkan dan sebagian lainnya akan dihukum." Kebebasan memilih untuk menerima atau menolak Allah merupakan bagian integral dari tema Kontroversi Besar:
"Tuhan dapat mencegah dosa dengan menciptakan alam semesta yang seperti robot, yang akan melakukan apa yang telah ditentukan supaya mereka melakukan. Tetapi Allah dalam kasihNya menciptakan makhluk yang bisa dengan bebas berkehendak untuk mengasihiNya - dan tanggapan itu hanyalah mungkin dari makhluk yang memiliki kebebasan memilih."
Keyakinan bahwa telah diselamatkan adalah bagian dari Keyakinan Resmi Gereja. Tetapi menurut survei tahun 2002 di seluruh dunia pada para pemimpin gereja lokal, diperkirakan hanya 69% dari orang Advent yang merasa yakin telah diselamatkan.

·         Kesempurnaan tanpa Dosa

Pertanyaan tentang apakah manusia dapat mencapai keadaan sempurna tanpa dosa telah lama menjadi topik yang kontroversial dalam Gereja Advent. Dalam bukunya The Sanctuary Service (1947), M.L Andreasen mengajarkan bahwa kesempurnaan tanpa dosa dapat dicapai, ajaran ini tetap dipegang sebagian anggota Gereja Advent khususnya yang berpandangan konservatif. Ajaran ini menyatakan bahwa orang percaya pada akhir zaman harus dan akan mencapai keadaan tanpa dosa yang sama dengan sifat alami Adam dan Hawa sebelum berdosa. Kelompok konservatif percaya bahwa ajaran ini adalah ajaran resmi Gereja Advent yang asli, dan mereka juga menuduh bahwa para pemimpin Gereja telah keliru dan menyimpang dari ajaran asli itu.
Tetapi, beberapa teolog Gereja Advent seperti Edward Heppenstall mengemukakan pandangan bahwa Kesempurnaan tanpa Dosa tidak mungkin dicapai dalam hidup ini, sehingga setiap orang percaya akan selalu bergantung pada pengampunan Tuhan selama hidup di dunia ini. Happenstall mengungkapkan bahwa konsep "kesempurnaan" dalam Alkitab mengacu pada kedewasaan rohani, bukan ketidakberdosaan mutlak. Dalam pengertian teologis, penyucian adalah proses seumur hidup yang akan dialami tiap-tiap orang percaya hingga Kedatangan Kedua Yesus Kristus, dimana orang percaya kemudian akan dimuliakan pada saat kebangkitan.

2.2.5.      Anglikan
2.2.5.1.Latar Belakang
Pada masa pemerintahan Raja Hendrik VIII (1509-1549) yang ingin memutuskan nikahnya dengan Catharina dari aragon, supaya boleh kawin dengan seorang wanita di istananya, yakni Anna Boleyn. Tatkala paus tak mau mengizinkan perceraian itu, raja mengambil keputusan untuk meisahkan Gereja Inggris dari Gereja Roma. Gereja Inggris sudah lama mempunyai ikatan yang erat dengan pemerintah Negara; sekarang raja sendiri yang menjadi kepala Gereja. Mulai waktu itu paus tidak berkuasa lagi atas Grerja Inggris; ia hanya diakui selaku uskup Roma saja. Segala perlawanan diInggeris terhadap tindakan Hendrik VIII itu ditindas dengan kekerasan oleh raja.  Demikianlah terbentuknya Gereja-negara Anglikan pada tahun 1531. Sebenarnya Gereja Anglikan tidak hidup dari pengakuannya,  melainkan dari Kitab Doa Umum[16]nya, dan hal itu berarti bahwa ia melayang-layang diantara Gereja Reformasi dan Gereja Katolik.[17]

2.2.5.2.Teologi Anugerah/Ajaran Keselamatan
Bagi Gereja Anglikan ajaran mereka terkandung dalam Tiga Puluh Sembilan Pasal tentang agama, dan ajaran mereka itu dibagi menjadi 8 bagian besar yaitu Tentang Allah (Pasal 1-5), Tentang Alkitab dan Pengakuan Iman (6-8), Tentang Keselamatan (9-18), Tentang Gereja (pasal 19-22), Tentang Pelayanan (pasal 23-24), Tentang Sakramen-sakramen (pasal 25-31), Tentang Disiplin Gereja (pasal 32-36), Tentang Gereja dan Negera (Pasal 37-39). Mengenai ajaran keselamatan didalam 39 pasal tersebut dimulai dari pasal 8 sampai dengan pasal 18, pasal-pasal tersebut, antara lain:[18]
9. Tentang dosa asali atau dosa turunan
Dosa asali bukanlah tentang hal mengikuti teladan Adam (sebagaimana omong kosong para penganut Pelagius). Dosa asali adalah kesalahan dan kerusakan tabiat setiap orang, yang dihasilkan di dalam tabiat keturunan Adam. Akibatnya, manusia sudah menyeleweng jauh sekali dari kebenaran asali, dan oleh tabiatnya sendiri cenderung untuk kejahatan, sehingga daging selalu menginginkan hal-hal yang berlawanan dengan roh. Oleh karena itu, di dalam diri setiap orang yang dilahirkan ke dalam dunia ini, dosa asali ini patut menerima murka dan hukuman Allah.
Ajaran Anglikan berbeda dengan ajaran Pelagius, yang mengatakan bahwa kehendak manusia dapat melakukan yang Allah perlukan, dan bahwa dosa hanya perbuatan salah yang dibuat orang-orang. Para Reformis mengikuti Augustinus dan menyatakan bahwa dosa Adam mempengaruhi hakikat manusia. Hakikat manusia menjadi rusak dan lebih berat kepada dosa. Oleh karena itu hakikat manusia layak mendapat hukuman Allah. Kerusakan hakikat manusia itu juga berarti bahwa  manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat yang salah dalam kehidupannya, yaitu perbuatan salah yang timbul dari hakikat dosa.
Ajaran Anglikan juga berbeda dengan Konsili Trente, yang mengadopsi Pelagianisme. Konsili Trent menyatakan bahwa kebenaran asal bukan bagian dari hakikat manusia yang pertama, tetapi sesuatu yang ditambahkan oleh Allah. Itu dihilangkan ketika Adam berdosa, tetapi tidak menjadikan kerusakan hakikat. Konsili Trent menyatakan bahwa pembaptisan menghapuskan semua dosa. Pasal itu mengakui bahwa untuk orang percaya yang dibaptis, hakikat dosa masih bekerja.
10. Tentang Kehendak Bebas
Kondisi manusia sesudah kejatuhan Adam adalah sedemikian rupa sehingga kita tidak dapat berbalik dan menyiapkan diri sendiri, dengan kekuatan alamiah sendiri dan perbuatan baik, untuk beriman dan berseru kepada Allah. Ini berarti bahwa kita tidak memiliki kekuatan untuk melakukan perbuatan baik yang berkenan dan dapat diterima oleh Allah, kecuali jika kasih karunia Allah dalam Kristus memimpin kita sehingga kita dapat memiliki kehendak baik, dan kecuali jika kasih karunia itu bekerja bersama kita ketika kita memiliki kehendak baik itu.
Sebenarnya, pasal ini tidak mengatakan tentang kehendak bebas. Pasal ini menggambarkan implikasi Pasal 9. Ajaran Katolik Roma tentang dosa asal menyatakan bahwa ketika Adam berdosa dia kehilangan pemberian kebenaran, tetapi hakikatnya tidak rusak. Itu berarti bahwa manusia masih dapat memilih melakukan yang Allah perlukan supaya memperoleh kasih karunia Allah untuk membantu mereka. Pasal ini menegaskan bahwa manusia mempunyai kehendak, tetapi menyatakan bahwa kehendak ini tidak mempunyai kekuasaan untuk melakukan yang Allah perlukan. Hanya kasih karunia Allah yang diterima melalui Kristus dapat memberikan kita kehendak untuk mentaati Allah. Pasal ini mencerminkan ide-ide Filipi 2:13.
11. Tentang Pembenaran Manusia
Kita dianggap benar di hadapan Allah, hanya karena perbuatan baik Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus, oleh iman, dan bukan oleh karena perbuatan atau kebaikan kita. Jadi doktrin yang mengatakan bahwa kita dibenarkan hanya oleh iman adalah doktrin yang sangat sehat dan penuh penghiburan, sebagaimana dinyatakan lebih lengkap di dalam Khotbah (Homili) Pembenaran.
Ajaran Reformasi tentang pembenaran menggambarkan bagaimana Allah menyatakan bahwa kita benar. Konsili Trent menggambarkan pembenaran tidak hanya sebagai pengampunan dosa tapi juga sebagai pembaruan dan pengudusan batin orang dengan menerima kasih karunia dan karunia-karunia Allah. Jadi, pembenaran berarti menjadi kudus dalam kenyataan. (Ajaran ini mencampur-adukkan pembenaran - pernyataan Allah bahwa kita benar, dan pengudusan - proses menjadi kudus dalam kenyataan.)
Pembenaran itu tidak didasarkan atas kebaikan kita,  atau atas perbuatan kita. Cara kita menerima pembenaran adalah melalui iman pada pekerjaan Kristus.
Ajaran ini adalah ajaran yang utuh, yaitu membawa kesehatan rohani. Ajaran ini menjamin kita bahwa kita mempunyai damai sejahtera dengan Allah dan menyelamatkan kita dari melakukan perbuatan baik untuk kebaikan kita sendiri. Ajaran ini penuh penghiburan karena mendasari hidup kudus.  Ajaran itu mendorong kita menjadi kudus demi menjadi seperti Allah, tidak supaya direstuiNya.
12.  Tentang Perbuatan Baik
Perbuatan baik, yang merupakan buah iman, dan mengikuti pembenaran, tidak dapat menghapuskan dosa-dosa kita atau menanggung kekerasan penghakiman Allah. Akan tetapi perbuatan baik ini berkenan dan dapat diterima oleh Allah dalam Kristus.  Perbuatan baik ini tumbuh dari iman yang sejati dan hidup. Sebenarnya melalui perbuatan baik iman yang hidup dapat diketahui dengan jelas seperti sebuah pohon yang dapat dikenali dari buahnya.
Perbuatan baik adalah hasil atau buah dari iman.  Perbuatan baik tidak menghasilkan pembenaran, sebaliknya mereka menuruti dari pembenaran. Perbuatan baik tidak dapat digunakan untuk menghapus dosa kita. Perbuatan baik adalah bukti bahwa kita mempunyai jenis iman yang menghasilkan pembenaran, yaitu iman yang menghasilkan pembenaran dan perbuatan baik (lihat juga Efesus 2:10). Oleh karena kita dianggap sebagai benar oleh Allah, kita sekarang bebas untuk melakukan perbuatan baik demi Dia dan bukan demi kita.
13. Tentang Perbuatan sebelum Pembenaran
Perbuatan yang dilakukan sebelum kasih karunia Kristus dan pengilhaman dari Roh-Nya, tidak berkenan kepada Allah karena perbuatan itu tidak lahir dari iman dalam Yesus Kristus. Dan perbuatan tersebut juga tidak membuat orang pantas menerima kasih karunia, atau (seperti dikatakan penulis skolastik) untuk berhak mendapat kasih karunia Allah karena perbuatan itu.
Pasal ini menyatakan bahwa perbuatan ini tidak berkenan bagi Allah dan bersifat dosa. Alasan untuk ini adalah bahwa perbuatan tersebut tidak tumbuh dari iman pada Kristus. Cara lain untuk mengatakan ini adalah perbuatan tersebut tidak dilakukan sesuai tuntutan Allah. Allah ingin perbuatan kita dilakukan melalui iman.
“Penulis skolastik” mengacu pada skolastisisme dari Abad Pertengahan, yang mendasarkan atas pekerjaan orang-orang seperti Thomas Aquinas dan Duns Scotus. Bagian dari ajaran ini adalah bahwa ketika manusia menggunakan kehendak mereka dan berbuat yang baik, mereka menunjukkan bahwa mereka berkehendak dan siap untuk menerima kasih karunia dari Allah supaya, dengan bantuan kasih karunia itu, mereka dapat melakukan perbuatan yang menghasilkan pembenaran. Mereka berhak mendapat bantuan Allah karena mereka berbuat baik, menurut penulis skolastis.
14. Tentang Perbuatan yang melebihi Kewajiban
Perbuatan sukarela adalah perbuatan yang dilakukan sebaik dan melebihi yang diperintahkan Allah. Perbuatan ini disebut perbuatan yang melebihi kewajiban (Works of Supererogation). Mereka yang mengajarkan tentang perbuatan sukarela cenderung kepada kesombongan dan ketidaksalehan. Akan tetapi Kristus menyatakan secara jelas bahwa: “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna” (Lukas 17:10).
Pasal ini tentang ide bahwa seseorang dapat melakukan lebih banyak daripada yang Allah tuntut. Sejarah ide ini mulai sejak masa penganiyaan Decius pada abad ke-3. Beberapa Pengaku menyatakan hak untuk dapat mengembalikan yang murtad kepada gereja. Hal  ini didasarkan atas kesetiaan mereka selama penganiayaan itu. Sekitar masa yang sama, ide berkembang bahwa ada beberapa perbuatan yang tidak dituntut, tetapi tetap baik dilakukan. Perbuatan ini dapat ditambahkan ke dalam perbekalan jasa baik seorang. Kemudian dianggap bahwa beberapa orang Kristen, ketika mereka dihukum dengan penuh untuk semua dosa di Api Penyucian, masih bersisa jasa baik. Perbekalan jasa baik yang belum digunakan itu adalah dasar untuk surat penghapusan dosa yang diberikan Paus (atau membeli) kepada orang supaya mereka dapat berada di Api Penyucian dalam waktu yang lebih singkat.
Pasal itu menolak semua ide ini, karena mereka bertentangan dengan kitab suci dan tidak sesuai dengan ajaran pembenaran oleh iman.
15. Tentang Kristus saja yang tanpa Dosa
Kristus memiliki kodrat kita yang sejati dan menjadi sama seperti kita di dalam segala sesuatu, hanya tanpa dosa. Dia tidak memiliki dosa, baik di dalam dagingnya maupun di dalam rohnya. Dia datang sebagai Anak Domba yang tak bernoda, untuk menghapuskan dosa dunia oleh pengorbanan-Nya sendiri sekali saja. Sebagaimana dikatakan oleh Yohanes, tidak ada dosa di dalam Yesus. Akan tetapi, kita semua, meskipun dibaptis dan dilahirkan kembali dalam Kristus, masih melanggar dalam banyak hal; dan jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa, kita menipu diri kita sendiri, dan kebenaran tidak ada di dalam kita.
Pasal ini menegaskan bahwa Kristus adalah manusiawi sesungguhnya (lihat Pasal 2), tetapi dia tidak mempunyai dosa. Salah satu maksud pasal ini adalah menjelaskan bahwa tidak ada orang tanpa dosa, termasuk Maria dan orang percaya yang menerima Roh Kudus.
16. Tentang Dosa sesudah Baptisan
Tidak setiap dosa yang benar-benar disengaja sesudah baptisan (misalnya kemurtadan) adalah dosa melawan Roh Kudus, dan tidak dapat diampuni. Setelah kita menerima Roh Kudus, kita mungkin saja meninggalkan kasih karunia yang diberikan kepada kita, dan jatuh ke dalam dosa, dan oleh kasih karunia Allah kita dapat bangkit kembali, dan mengubah hidup kita. Oleh karena itu, mereka yang mengatakan bahwa mereka tidak dapat berdosa lagi sepanjang hidup mereka, harus dihakimi, dan juga mereka yang menolak pengampunan kepada orang-orang yang bertobat dengan sungguh-sungguh.
Pada masa Reformasi ada dua pendapat yang salah tentang dosa sesudah pembaptisan. Satu pendapat  menyatakan bahwa orang Kristen tidak dapat berdosa lagi ketika mereka sudah menerima Roh Kudus dan dibaptis. Pendapat lain menyatakan bahwa dosa yang dilakukan sesudah pembaptisan tidak dapat diampuni.
Di gereja kuno, orang yang berpendapat bahwa dosa yang dilakukan sesudah pembaptisan tidak dapat diampuni, cenderung menunda pembaptisan sampai akhir hidup seseorang. Pasal ini menolak kedua ide ini.
Ide tentang dosa yang layak dihukum mati adalah  dosa berat yang dilakukan dengan sengaja. Pasal ini tidak mendefenisikan dosa melawan Roh Kudus, tetapi menyatakan bahwa orang Kristen yang berdosa sesudah pembaptisan, pengampunan tidak boleh ditolak, ketika mereka bertobat.
17. Tentang Predestinasi dan Pemilihanan
Predestinasi kepada Kehidupan adalah maksud kekal Allah, yang oleh-Nya  (sebelum dasar bumi diletakkan). Dia telah menitahkan, dengan tegas, melalui  pertimbangan rahasia-Nya yang tersembunyi dari kita, untuk melepaskan dari kutukan dan hukuman mereka yang sudah dipilih-Nya dalam Kristus dari antara manusia, dan membawa mereka melalui Kristus kepada keselamatan kekal, sebagai sebuah bejana yang dibuat untuk kemuliaan-Nya. Jadi mereka ini, yang diberi berkat luar biasa oleh Allah, dipanggil menurut maksud Allah oleh Roh-Nya yang bekerja pada waktu yang tepat; mereka melalui kasih karunia menaati panggilan itu; mereka dibenarkan secara cuma-cuma; kemudian mereka diangkat menjadi anak-anak Allah; mereka dijadikan serupa dengan gambar Putra-Nya yang tunggal, yaitu Yesus Kristus; mereka melakukan perbuatan baik dengan setia; dan pada akhirnya, oleh kasih karunia Allah, mereka mencapai kebahagiaan kekal.Pertimbangan yang saleh tentang predestinasi dan pemilihan kita di dalam Kristus merupakan penghiburan yang manis, menyenangkan, dan tidak terperikan untuk orang yang saleh dan mereka yang merasakan di dalam dirinya pekerjaan Roh Kristus. Mereka adalah orang-orang yang mematikan perbuatan dagingnya dan bagian-bagian dari tubuhnya yang melayani dosa. Pertimbangan tentang predestinasi mengangkat akal budi mereka kepada hal-hal yang agung dan surgawi, karena pertimbangan itu membangun dan meneguhkan imannya akan keselamatan kekal yang akan dinikmati melalui Kristus; dan juga menyalakan gairah kasih mereka kepada Allah. Namun hal ini sangat berbahaya kalau orang-orang yang hanya ingin tahu dan penuh dosa, dan yang tidak memiliki Roh Kristus, selalu memandang kepada keputusan predestinasi Allah, karena Iblis akan mendorong mereka, baik kepada keputusasaan atau kepada kehidupan cemar, yang tidak kurang berbahayanya dari keputusasaan. Selanjutnya kita harus menerima janji-janji Allah sebagaimana yang umumnya dinyatakan kepada kita di dalam Kitab Suci, dan juga di dalam apa yang kita lakukan, kita harus mengikuti kehendak Allah itu yang dinyatakan dengan jelas kepada kita di dalam Firman Allah.
Dua istilah digunakan di judul Pasal ini. Predestinasi di Perjanjian Baru mengacu khususnya pada keputusan yang dilakukan Allah dari semula, bahwa yang Dia selamatkan akan menjadi anak-anakNya dan menjadi serupa dengan gambaran AnakNya (Rom 8:29; Efes 1:5). Pilihan mengacu pada pilihan Allah, orang yang Dia selamatkan. Biasanya istilah ini berhubungan dengan Kristus, “memilih di dalam Kristus” (Efes 1:4). Di dalam pasal ini predestinasi mengacu, pada umumnya, pada maksud Allah untuk memberi kaumNya berkat keselamatan.
Pasal ini mengacu pada predestinasi ke hidup, dan oleh karena itu menolak ajaran predestinasi rangkap (yaitu predestinasi kepada penjatuhan hukuman juga).
Pasal ini menjelaskan bahwa maksud Allah untuk menyelamatkan manusia, diputuskan sebelum dunia dijadikan, dan tidak berhubungan dengan apakah orang berhak mendapatkannya, melainkan dengan belas kasihan Allah yang Dia bawa kepada kita dalam Kristus.
Cara itu digambarkan dalam tujuh langkah:
  • Dipanggil sesuai maksud Allah oleh RohNya;
  • Melalui kasih karunia mereka menaati panggilan;
  • Mereka dibenarkan dengan cuma-cuma;
  • Menjadi anak Allah melalui pengangkatan;
  • Menjadi seperti citra AnakNya Yesus Kristus;
  • Mereka melakukan perbuatan baik dengan setia;
  • Mereka mencapai kebahagiaan kekal.
Cara itu menggambarkan baik pekerjaan Allah maupun pekerjaan manusia.
Menurut pasal ini, ajaran predestinasi dan pilihan adalah dorongan besar bagi orang Kristen, karena mereka dijamin bahwa keselamatan mereka adalah akibat belas kasihan Allah, dan bahwa keselamatan itu diakibatkan oleh maksud kekalNya. Ajaran itu juga menjamin mereka akan berkat besar dari keselamatan.
Ajaran ini adalah bagian debat yang lebih besar tentang kemampuan manusia untuk membantu dalam keselamatan mereka sendiri. Debat ini terjadi sebelumnya dalam debat antara Pelagius dan Augustinus, dan pada masa Reformasi antara Arminius dan Calvin.
18. Tentang mendapatkan keselamatan kekal karena nama Kristus saja.
Mereka yang dengan berani mengatakan bahwa tiap orang akan diselamatkan oleh agama atau sekte yang mereka percayai, asal mereka hati-hati membentuk hidup mereka menurut agama itu dan terang alam, harus diangggap sebagai terkutuk.Oleh karena Kitab Suci menyatakan kepada kita bahwa hanya melalui Nama Yesus Kristus orang harus diselamatkan.
Ini adalah satu-satunya pasal yang memasukkan anatema (kutukan). Mungkin bahwa pasal ini mengacu kepada orang Kristen yang percaya bahwa orang-orang dapat diselamatkan tidak hanya dengan nama Yesus, tetapi juga dengan cara yang lain. Pasal ini menitikberatkan bahwa hanya melalui Kristus dapat kita diselamatkan.


[1] W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta, Balai Pustaka, 1992), 52, 182
[2] Zobel, Theological Dictionary of The Old Testament vol. V, (USA, Grrand Rapids, 2004), 62-64
[3] Conzelman & Zimerly, Theological Dictionary of New Testament  Vol. IX, (Michigan, Grand Rapids, 1992), 391-392
[4] Charle R. Ryre, Teologi Dasar 2, (Yagyakarta: ANDI, 2010), 18-19
[5] Jan. S. Aritonang, Berbagai Aliran didalam dan Disekitar Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 145-154
[6] Richard M. Daulay, Mengenal  Gereja Methodist Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 21
[7] Jan. S. Aritonang, Berbagai Aliran, 163
[8] Ibid, 26-27
[9] Jan. S. Aritonang, Berbagai Aliran, 174-177
[10] Ibid, 189
[11] Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 53
[12] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran,198-203
[13] Ibid, 217-219
[14] Ibid, 295-305
[16] Kitab Doa umum ialah kitab yang merupakan pengaruh Calvin terhadap kaum Protestan di Inggris, dimana hal itu dikuatkan dengan korespondensi Calvin dengan raja dan pembesar-pembesar di Inggris pada masa Raja Eduard VI (1547-1553) dan disadur lagi pada masa Ratu Elisabeth (1558-1603) dan kitab ini bersifat campuran antara Lutheran-Calvinis. H. berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta, BPK-GM, 2010), 190
[17] Ibid, 189-191

No comments:

Post a Comment