Missio Ecclesiae dan Misio Dei,
Misi Holistik, Gereja Misioner
§
Missio Ecclesiae
Missio
Ecclesiae adalah pengutusan gereja yang merupakan pekerjaan missioner dari
jemaat Kristen sepanjang sejarah dunia yang di dalamnya terdapat pengutusan
para rasu untuk memberitakan Injil keselamatan kepada segala bangsa (umat
manusia).[1]
Gereja hadir untuk melakaksanakan misi Allah
(Missi Dei), yaitu untuk memberitakan Firman Allah dan mengahadirkan
damai sejahtera atau syalom Allah di tengah-tengah dunia. Dalam surat Paulus
(Ef. 4:13-14), disebutkan gereja harus sampai pada kesatuan iman dan
pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh dan tingkat
pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Gereja harus berkarya dalam
Kristus serta hidup dan berjalan di dalam Kristus sebagai misi-Nya. Dalam hal
ini jelaslah bahwa gereja dan misi tidak dapat terpisahkan, sebab misi gereja
(Missio Ecclesiae) melanjutkan pengutusan Allah Putera dan Roh Kudus yang
berawal dari Allah Bapa (Yoh. 17:18; 20;21). Jadi misi berawal dari Allah Bapa
yang melalui pengutusan Yesus Kristus ke dalam gereja.[2]
Missio
Ecclesiae yaitu mewartakan bahwa Yesus adalah Juruselamat bagi manusia, di
dalamnya berbicara mengenai pewartaan Yesus Kristus dan karya penyelamatan-Nya
yang terbuka bagi semua orang. Gereja mempunyai keharusan untuk mewartakan
Injil, baik kepada perorangan maupun kelompok yang dimengerti oleh Roh Kudus
untuk memahami kondisi manusia dan membawa manusia kepada pembebasan dosa dan
kematian karena perintah Kristus di dalam mengabarkan kabar gembira Allah bahwa
Dia mewahyukan dan memberikan diri-Nya sendiri di dalam Kristus untuk Injil
harus diwartakan yang menjadi Missio Ecclesiae.[3]
Kita
tidak boleh meletakkan misi di bawah gereja , ataupun gereja di bawah misi.
Sebaliknya, keduanya harus diangkat ke dalam missio Dei, yang menjadi konsep
yang memayunginya. Missio Dei menciptakan mission ecclesiae. Gereja berubah
dari pengutus menjadi yang diutus.[4]
Dalam eklesiologi yang muncul, gereja pada hakikatnya dipandang missioner.
Eklesiologi tidak mendahului misiologi. Kegiatan missioner bukanlah terutama
karya gereja melainkan sebagai Gereja yang berkarya.
§
Missio Dei
Missio Dei adalah pengutusan oleh
Allah, dimana Allah sendiri yang bertindak sebagai subjek segala pengutusan,
terutama pengutusan Anak-Nya. Dialah pengutus agung.[5]
Pengutusan ini berhubungan erat dengan keseluruhan pekerjaan Allah untuk
menyelamatkan dunia, pemilihan Israel, pengutusan para nabi kepada bangsa
Israel dan kepada bangsa-bangsa di sekitarnya, pengutusan Yesus Kristus ke
tengah-tengah dunia, pengutusan rasul-rasul dan pekabar-pekabar Injil kepada
bangsa-bangsa.[6]
Misi berasal dari Allah dan berakhir pada Allah. Allah adalah Allah yang
mengutus, yang keluar menuju dunia. Ia adalah yang mengutus Putra dan Roh-Nya.[7]
Di dalam Missio Dei, karya misi
pertama-tama dilihat sebagai karya Allah, yakni Allah yang mengutus diri-Nya
kepada dunia. Allah hadir di tengah-tengah kehidupan manusia dan memanggilnya
untuk menerima tawaran rahmat-Nya. Dampak dari karya rahmat yang mengkristal
dan mengendap di dalam kehidupan manusia menjadi saksi hubungan yang telah
terjalin antara Allah dengan manusia sepanjang zaman. Manusia yang telah
menerima rahmat keselamatan diutus (secara implisit dan eksplisit) untuk
menjadi sakramen keselamatan, yakni saksi persatuan antara Allah dengan
manusia. Baik panggilan maupun perutusan berorientasi pada rencana Allah untuk menyelamatkan
dunia, di mana Allah sendiri “meraja” atas dunia dan menjadi segalanya dalam
segalanya (1 Kor. 15: 28).[8]
Gagasan tentang mission Dei, menurut
Bosch, mula-mula muncul pada konferensi IMC di Wilingen pada tahun 1952. Para
utusan mengukuhkan bahwa misi berasal dari hakikat Allah sendiri. Artinya misi
dipahami berasal dari hakikat Allah sendiri, bukanlah pertama-tama aktivitas
gereja, melainkan suatu ciri Allah di mana Allah adalah Allah yang missioner.
Jadi di sini misi dilihat sebagai sebuah gerakan dari Allah kepada dunia, dan
gereja dipandang sebagai sebuah alat untuk misi tersebut. Gereja ada karena ada
misi yang mengutus. Oleh karena itu, misi ada karena Allah mengasihi dunia/
manusia. Pertemuan IMC itu juga memikirkan kembali kewajiban missioner gereja.
Kewajiban missioner gereja berasal dari kasih Allah dalam hubungannya yang
aktif dengan umat manusia. Oleh karena Allah mengirimkan Anak-Nya, Yesus
Kristus, untuk mencari dan mengumpulkan, serta mengubah semua orang yang
terasingkan karena dosa dari Allah dan
sesamanya. Inilah yang merupakan kehendak Allah dan itu terwujud di dalam
Kristus dan akan disempurnakan di dalam Kristus. Karena Allah juga mengutus Roh
Kudus, melalui Roh Kudus, gereja, yang mengalami kasih Allah yang aktif,
diyakinkan bahwa Allah akan menyempurnakan apa yang telah dimulainya dengan
pengutusan anak-Nya itu.[9]
Bagi Missio Dei, Allah Alkitab
adalah Allah yang missioner, Allah yang mengutus. Melalui Firman dan Roh-Nya,
Ia menciptakan laki-laki dan perempuan di dalam gambar-Nya sendiri dan mengutus
mereka untuk menguasai alam di bawah kehendak-Nya yang adil dan penuh kasih.
Lebih jauh, Allah yang missioner ini telah memilih untuk bertindakdi dalam
sejarah. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
anak-Nya yang tunggal…….”, kata Yohanes, meskipun ia melanjutkan dengan
mengatakan betapa dunia ini memusuhi Allah dan kehendak-Nya. Tetapi ksih Allah
bagi dunia ini dinyatakan di dalam maksud-Nya untuk mentransformasi dunia-suatu
transformasi yang diperlihatkan di dalam kehidupan, kematian, dan kebangkitan
Yesus Kristus. Maksud ini mencakup tindakan Allah di dalam penciptaan dan
penebusan dengan mitra manusia yang sepenuhnya bertanggung jawab dan ikut serta
di dalam kedudukannya sebagai Tuhan atas ciptaan di dalam keadilan dan
perdamaian. Di dalam Kristus, manusia yang baru ini telah tercipta, dan dari
tujuan misi ini adalah bahwa semuanya ikut serta di dalmnya. Missio Dei juga
menegaskan gagasan bahwa misi adalah milik Allah yang mempertajam fokus kita
kepada Injil sebagai kabar baik dari manusia yang diperbarui di dalam Kristus.
Alkitab mengungkapanrealitas yang sama dari manusia yang baru ini di dalam kata
syalom, perdamaian. Tujuan yang disasar Allah di dalam pekerjaan-Nya,
tujuan
akhir dari misi-Nya, adalah mendirikan syalom. Ini meliputi perwujudan
realisasi potensi-potensi sepenuhnya dari seluruh ciptaan dan pendamaian akhir
dan kesatuan di dalam Kristus.[10]
Di dalam PL Allah sendiri yang
bertindak dalam sejarah, nampak dalam setiap tindakan Allah kepada umat-Nya
Israel sebagai suatu rencana karya penyelamatan Allah. Tindakan-tindakan Allah
terhadap umat-Nya, bahkan pemanggilan Abraham dan Israel sebagai bangsa
pilihan, jelas mempunyai misi yaitu agar umat pilihan-Nya diubahkan atau dibaharui
serta umat pilihan-Nya menguduskannya.
§
Misi Holistik
Misi
Shalom Allah memiliki hakikat yang holistik. Hakikat misi yang holistik ini
dapat dijelaskan sebagai “suatu aspek yang menyeluruh” yang memiliki kesatuan
yang integral dengan aspek-aspek lengkap yang
utuh.[11]
Misi holistik artinya misi itu tidak terbatas pada kesaksian, penginjilan
pribadi, melainkan misi yang mencakup seluruh ajaran Yesus seperti memberi
makan orang yang kelaparan, menolong orang yang sakit, menghibur yang susah,
dan bersikap kritis terhadap pemerintah. Hal ini berarti misi tidak boleh
dibiarkan terjebak pada doktrin-doktrin dan tradisi-tradisi keagamaan yang
kaku, dan sebagainya (bnd. Yoh.3:17,18; Yoh.17:18). Sehingga usaha untuk
mematahkan akar kemiskinan seperti struktur masyarakat yang tidak adil,
bentuk-bentuk tindakan yang membuat manusia tidak sejahtera seperti pandangan
terhadap kedudukan dan peran perempuan yang dianggap rendah dan terabaikan
(Luk. 4:19).
Dalam
Perjanjian Baru, penginjilan tidak pernah semata-mata berupa pemberitaan keluar
bagi keselamatan jiwa sehingga orang mati (termasuk mati rohani) dibangkitkan
tetapi juga berbentuk pelayanan kasih sehingga orang buta melihat, orang lumpuh
berjalan, orang buta melihat dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik (Mat.
11: 4-5; Yes. 33: 5-6); Injil juga tidak pernah hanya berupa kebutuhan
jasmaniah. Dalam bahasan Re-thinking
missionaries atau pemikiran tentang kegiatan bermisi, penginjilan itu
dipahami bukan hanya dalam rangka penobatan yang membuat orang lain menjadi anggota
gereja, tetapi juga dalam rangka memantapkan suatu kebudayaan, peradaban dan
kebutuhan manusia.[12]
Baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian baru memperlihatkan bahwa penyampaian
berita keselamatan itu (pemberitaan Injil) bersifat holistik, tidak pernah
hanya berbentuk pemberitaan firman tetapi juga kesaksian hidup dan pelayanan
kasih, tidak hanya bagi keselamatan yang batiniah tetapi juga berkaitan dengan
kebutuhan jasmaniah dalam kehidupan sehari-hari.
Tugas
dalam misi adalah memberitakan injil dan barang siapa yang percaya akan di
baptis (Mrk.16:16). Tetapi misi tidak hanya menyangkut iman saja, juga
menyangkut kehidupan manusia supaya ada kesejahteraan lahir dan batin baik itu
menolong orang yang sakit, miskin dll. (Mat. 25:40). Misi itu mempunyai bagian
dalam pelayanan sosial. Berdasarkan konsep Injil yang holistik itu, khususnya
konsep Injil Kerajaan Allah, maka gereja-gereja di Indonesia dalam Sidang Raya
DGI VII pada tahun 1971 menyatakan bahwa Injil adalah berita kesukaan mengenai pertobatan dan pembaharuan serta kebebasan,
keadlian, kebenaran dan kesejahteraan yang dikehendaki Tuhan untuk dunia. Bagi
DGI Injil cuma satu, yaitu Injil Kerajaan Allah. Penyataan ini ditegaskan ulang
dalam Sidang Raya DGI X di Ambon pada tahun 1984. Ditambahkan bahwa “Injil itu adalah kekuatan Allah yang
menyelamatkan manusia” (Roma 1 : 16). Maksud penegasan ini adalah
menggarisbawahi bahwa perealisasian tanda-tanda kehadiran-Nya dalam bentuk
kebebasan, keadilan, kebanaran dan kesejahteraan itu bukan tindakan manusia melainkan
tindakan Allah sendiri. Dengan demikian pemberitaan Injil dilakukan harus dalam
kedua sisinya, yaitu pertobatan dan pembaharuan hidup (vertikal) dan pelayanan
sosial diakonia (horizontal).
Dasar-Dasar Misi Yang Holistik
Dasar-dasar misi yang holistik
dalam Alkitab dibangun atas kebenaran Firman antara lain:
1.
Mandat
misi Allah (mandat perjanjian) yang membawa shalom merupakan dasar misi yang
holistik yang mencakup aspek rohani, budaya, sosial, ekonomi, politik,
pemerintahan, kesehatan, pendidikan, teknik, militer, ekologi, demografi, dan
lain-lain. Di mana misi Allah dinyatakan, di situ ada pembebasan manusia secara
holistik untuk menikmati shalom secara utuh pula.
2.
Proklamasi
misi dari Tuhan Yesus Kristus di dalam Injil Lukas 4: 18-19 menegaskan bahwa
misi-Nya yang satu itu beroperasi dengan menyentuh segala aspek kehidupan
manusia.
3.
Pelaksanaan
misi Tuhan Yesus dilakukan-Nya dengan model yang holistik di mana Ia melayankan
Injil yang satu kepada manusia dengan membebaskan secara utuh.
4.
Firman
yang dinyatakan Allah dalam Perjanjian Lama selalu bersifat holistik. Contohnya
ketika Allah menyatakan diri kepada Yakub yang menyentuh kehidupannya secara
utuh dengan membebaskan Yakub dan meneladani aspek rohani; aspek ekonomi/
budaya; aspek sosial yang menjadi kesaksian kepada dunia.
Model Misi Holistik yang
Alkitabiah
Adapun model misi holistik yang
Alkitabiah antara lain yaitu:
1. Model
Misi Eksklusif Spiritual
Model ini menjelaskan bahwa misi
dan pekabaran Injil hanya berhubungan dengan hal-hal yang rohani. Pandangan ini
menekankan bahwa hal paling penting bagi Allah ialah keselamatan jiwa manusia
yang berdosa. Model ini ditandai oleh sikap tertutup yang memisahkan diri dari
dunia, sehingga terlihat eksklusif spiritual semata.
2. Model
Poros Injil
Model ini menempatkan misi/ injil
sebagai poros yang merupakan fokus yang dianggap lebih penting dari misi shalom
Allah. Model ini cenderung memberikan nilai secara hierarkis kepada hal-hal
rohani (keselamatan jiwa) dan menempatkan hal-hal lain dalam tatanan sekunder.
3. Model
Proporsi Injil Akomodatif
Model ini melihat injil dan
urusan rohani sebagai lebih penting dan urusan hidup lainnya. Model ini tidak
mengabaikan hal-hal lain dari aspek kehidupan manusia, hanya saja, semua itu di
tempatkan pada proporsi setelah hal rohani dari tugas misi.
4. Model
Misi Holistik Paripurna
Model ini bersifat inklusif dan melihat misi Allah
dari kaca mata shalom yang menyeluruh yang memiliki dinamika dan beroperasi
dalam kondisi kompleksitas tinggi dengan dinamika serta seluruh matra kehidupan.
- Gereja Misioner
Sebelum
membahas tentang cara menjadikan sebuah gereja lokal menjadi gereja yang misioner,
ada dua hal mendasar yang perlu dipahami terlebih dahulu. Pertama, konsep yang benar
terhadap amanat agung (Mat 28:19-20). Mayoritas orang memahami inti amanat
agung terletak pada penginjilan (band. kata “pergilah” yang diletakkan di awal
kalimat) dan langkah selanjutnya adalah pemuridan, baptisan dan pengajaran.
Bagaimanapun, menurut struktur kalimat Yunani di ayat 19-20, inti amanat agung
justru terletak pada pemuridan.[13]
Hal ini didasarkan pada mood imperatif untuk kata kerja “jadikanlah murid” (lit.
“muridkanlah”) yang diikuti oleh tiga participle (anak kalimat), yaitu “pergi”,
“baptiskanlah” dan
“ajarkanlah”. Penggunaan kata
“muridkanlah” di sini menempatkan penginjilan dalam konteks mempelajari hukum
(ajaran) Yesus.[14]
Ke
dua, konsep yang benar tentang misi. Ada tiga pandangan umum tentang misi.[15]
Pandangan tradisional melihat misi identik (dan terbatas pada) penginjilan.
Menurut pandangan modern (kalangan liberal) misi mencakup penginjilan dan
pelayanan sosial, namun bagi mereka penginjilan tidak lebih penting daripada
pelayanan sosial. Perubahan paradigma kalangan Injili tentang pengertian misi
dipelopori oleh John Stott. Ia berpendapat bahwa misi Alkitabiah mencakup
penginjilan dan pelayanan, tetapi penginjilan tetap menjadi inti misi.[16]
Murid-murid diutus untuk melakukan misi sama seperti yang telah
dilakukan Yesus, sedangkan dalam pelayanan Yesus, Ia tidak hanya memberitakan
Injil tetapi juga memperhatikan masalah sosial. Perbedaan konsep tentang
pengertian misi seperti di atas bisa membawa implikasi praktis secara vocational
(konsep tentang pekerjaan), local (konsep tentang jenis pelayanan
gereja) dan national (konsep tentang keterlibatan gereja dalam masyarakat).[17]
Menjadikan
gereja yang misioner
Pada
bagian ini Penulis akan memberikan beberapa pedoman praktis untuk menciptakan gereja
yang missioner. Pedoman praktis yang paling penting, tetapi sekaligus sering diabaikan,
adalah berdoa. David yrant
mengatakan, “there is a threefold development in God’s pattern of awakening:
first, there are prayer movements, then there is revitalization, then
expansion”.[18]
Doa memegang peranan lebih penting daripada pengetahuan tentang misi dan
berbagai metode/strategi dalam misi. Suatu metode tidak selalu bisa
diaplikasikan dalam konteks tertentu, tetapi doa berada di atas semua konteks.
Doa misi yang baik harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: didasarkan pada
pengetahuan tentang situasi di lading misi,[19]
diadakan secara khusus (misalnya melalui konser doa misi), teratur dan memiliki
pokok doa yang sangat spesifik.
Pedoman
selanjutnya adalah mengadakan berbagai “propaganda” misi. Tujuan dari propaganda
ini adalah menciptakan atmosfir misi di gereja lokal dan mengimpartasi pengetahuan
tentang berbagai sisi dunia misi. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui
beberapa cara: kotbah yang khusus dan terencana seputar misi, literatur misi
(baik perpustakaan misi, majalah dinding maupun artikel di warta gereja),
film-film dokumenter tentang tokoh-tokoh misi, ceramah misi dan keterlibatan
langsung dalam misi (misalnya mission trip). Khusus untuk ceramah misi,
Paul A. Beals mengusulkan agar gereja mengundang pembicara yang berkecimpung di
berbagai bidang yang berbeda dalam misi, antara lain pelaksana misi di lapangan,
administrator misi di yayasan misi, penginjil muda yang baru direkrut dan dosen
misi.[20]
Dengan mengundang beragam pembicara seperti ini, gereja akan memperoleh informasi
yang komprehensif tentang berbagai sisi pekerjaan misi.
Setelah
mengetahui berbagai aspek misi, langkah selanjutnya adalah menentukan target
misi yang spesifik. Pembatasan ini bukan dimaksudkan sebagai eksklusivitas,
tetapi lebih pada prioritas. Dengan memiliki target misi yang jelas gereja akan
lebih efektif terlibat dalam misi. Menjangkau suatu kelompok saja merupakan
suatu hal yang sulit, apalagi menjangkau semua kelompok yang ada. Gereja yang
memiliki banyak target (mencoba menjangkau semua orang dalam prioritas yang
sama) sebenarnya tidak memiliki target.
Only rarely have we heard of an
entire people group turning to the Lord. Also rare is
the image of a dynamic local
church trying to reach an entire city or even an entire,
significant subculture within
that city or area. Therefore, when we talk of reaching an
entire people group (not to
mention the world), the task seems impractical and even
impossible.[21]
Untuk memilih target ini gereja
perlu mengenal beragam opsi/peluang yang ada dan memperhatikan situasi intern
gereja. Berikut ini adalah beberapa target dan peluang misi yang bisa
dipertimbangkan:
1. Mengadopsi para penginjil
(field worker) yang melayani daerah/suku tertentu dengan cara memberikan
bantuan materi secara teratur.
2. Mempersiapkan anggota gereja
lokal untuk menjadi penginjil bagi daerah/suku tertentu.
3. Menjangkau golongan masyarakat
tertentu yang ada di kota10 atau di desa. Golongan ini bisa didasarkan pada
usia, tingkat pendidikan, status ekonomi/sosial, pekerjaan maupun kultur
(suku).
Langkah
selanjutnya setelah menentukan target misi adalah mengadakan pelatihan khusus dan
praktek sesuai dengan target yang telah ditentukan. Bagaimanapun, seminar yang
tanpa disertai pelatihan hanya akan menghasilkan ‘persaan bersalah (guilty
feeling). Apabila perasaan ini terus menerus “dibangkitkan” melalui berbagai
seminar misi yang diadakan, hal ini bisa mematikan nurani terhadap misi. Selain
itu, seminar hanya membahas prinsip yang sangat umum, sedangkan situasi yang
dihadapi di lapangan seringkali lebih spesifik dan sekaligus kompleks. Dalam
kaitan dengan hal ini, gereja perlu memahami bahwa pendidikan misi bukan hanya
menyangkut impartasi pengetahuan misi, tetapi juga pengalaman misi.
Paul D. and Katherine A. Gehris
menjelaskan cakupan pendidikan sebagai berikut:
The dictionary says to educate is
to develop the facilities and powers of by teaching,
instructing or schooling; to
quality by instruction or training for a particular calling
or practice. Some people think
that one is educated when one knows a lot of facts
about a specific subject; others
think that facts are less important than the ability to
find answers to the questions
that arise in a given area’ and still others think that the
educated person is one who learns
from the past in order to plan for the future. All
are right but not exclusive.
Education is a continuous process of seeking, discovering,
and assimilating.[22]
(huruf miring ditambahkan)
Pelatihan yang diadakan harus
mencakup semua proses yang diperlukan, dari manajemen doa – penelitian lapangan
(observasi) – penentuan target – perencanaan – pelaksanaan – evaluasi.
Langkah selanjutnya adalah
perencanaan, perekrutan tenaga misi dan penyediaan sarana atau prasarana yang
dibutuhkan. Betapapun berpengalamannya seorang pembicara atau instruktur yang
diundang dalam pelatihan, ia belum tentu menguasai situasi riil yang konkret,
seperti yang dilihat setiap hari oleh jemaat. Instruktur hanya memberikan
pedoman dasar, tetapi realisasi dari itu tetap menjadi tugas gereja lokal.
Gereja perlu membuat perencanaan yang detil (menyangkut tahapan kerja, waktu,
pembuatan anggaran biaya, dsb.). Gereja juga perlu memotivasi agar setiap
jemaat terlibat dalam program misi yang telah dibuat. Tidak setiap jemaat harus
memberikan kontribusi yang sama dalam pelaksanaan tersebut. Gereja perlu peka
dan pro aktif dalam mengoptimalkan sebanyak mungkin jemaat. Sebagian dari
mereka juga perlu ditunjuk untuk menggalang dana misi maupun menyediakan sarana
yang diperlukan. Setelah program dijalankan selama waktu tertentu, langkah yang
perlu ditempuh adalah evaluasi. Langkah ini berguna untuk mengetahui kunci
keberhasilan atau kegagalan suatu perencanaan misi. Evaluasi juga penting dalam
meningkatkan dedikasi dan loyalitas kaum muda, karena apapun yang mereka
lakukan akan mendapatkan penilaian. Gereja perlu mengenali secara langsung
faktor apa saja yang mempengaruhi sebuah kegagalan atau 10 Sebagian gereja
cenderung hanya membatasi misi pada daerah pedesaan. Misi hanya dipahami dalam konteks
mengirim penginjil ke suatu desa. Cara ini dewasa ini diketahui kurang efektif,
karena mayoritas penduduk desa cenderung curiga dengan kaum pendatang. Para
praktisi misi sekarang mengupayakan penginjilan pada kaum urban yang diharapkan
ketika mereka pulang ke kampung untuk liburan, mereka bisa mengabarkan Injil
kepada keluarga dan teman mereka di desa. Keberhasilan, misalnya tujuan yang
terlalu ambisius, perencanaan yang tidak konkret, loyalitas praktisi yang tidak
maksimal, dukungan gereja yang tidak memadai, kekurangan secara finansial
sampai faktor X di luar prediksi dan proyeksi yang sudah dilakukan.
Langkah
terakhir yang tidak boleh diabaikan adalah pendewasaan iman dari petobat baru. Pendewasaan
ini dikenal dengan istilah pemuridan. Pemuridan mencakup perkembangan kognitif
tentang seluk beluk kekristenan dan peningkatan gaya hidup menjadi seperti
Tuhan Yesus. Gereja perlu menyediakan sarana maupun media pertumbuhan iman,
baik yang bersifat pribadi (visitasi yang intensif, bantuan cara membaca
Alkitab, dll.) maupun kelompok (kelas katekisasi, modul untuk belajar Alkitab
secara berkelompok, kelompok sel atau Kelompok Tumbuh Bersama).[23]
Kesimpulan
Menciptakan
sebuah gereja yang misioner tidak bisa dikerjakan dalam sekejap dan hanya melalui
sebuah seminar misi. Visi ini juga tidak mungkin dikerjakan oleh orang luar
maupun sebagian kecil dari elemen gereja lokal. Gereja yang misioner akan
tercipta melalui waktu yang cukup panjang dan peran aktif setiap anggota
gereja.
Kiranya makalah pengantar ini
bisa membuka khasanah berpikir setiap jemaat tentang misi, membangkitkan
apresiasi terhadap pekerjaan misi dan akhirnya memotivasi jemaat untuk terlibat
secara aktif dalam pekerjaan Tuhan yang besar di dunia ini melalui misi. Semoga
Tuhan menolong kita menjadi jemaat dan gereja lokal yang mencintai misi.
[1] A. de Kuiper, Misiologia, Jakarta: BPK-GM, 1996, 10
[2] Ranto G. Simamora, Misi Kemanusiaan dan Globalisasi,
Bandung: Media, 2006, 75
[3] Yakub Haribrabowo, Misi Gereja Dalam Konteks Pluralitas di
Indonesia, Pematang Siantar: Fakultas Filsafat Universitas Santo Thomas,
2003, 117
[4] David J. Bosh, Transformasi Misi Kristen, Jakarta:
BPK-GM, 2006, 568
[5] H. Venema, Injil Untuk Semua Orang Jilid I, Jakarta: YKBK, 1997, 48
[6] Arie de Kuiper, Missiologia, Jakarta: BPK-GM, 2004, 10
[7] Dion Damis, Dimensi Komunikasi Dalam Misi, dalam Aditya Wacana, Jurnal Agama Dan
Kebudyaan, Vol. III, No.2, 2004, 92
[8] Edmund Woga, Dasar- Dasar Misiologi, Yogyakarta: Kanisius, 2002, 57
[9] Norman E. Thomas, Teks-teks Klasik Tentang Misi Dan
Kekristenan Di Dunia, Jakarta: BPK-GM, 1998, 147
[11] Yakob
Tomatala, Teologi Misi, Jakarta: YT
Leadership Foundation, 2003, 63
[12]
Risnawaty Sinulingga “Suatu Tinjauan
Teologis Tentang Misi” dalam Jurnal Teologi Tabernakel STT Abdi Sabda Medan
Edisi XVIII, Medan: STT Abdi Sabda, 2007, 41
[13]
D. A. Carson, “Matthew” dalam Expositor’s
Bible Commentary on the New Testament, ed. by Frank E. Gaebelein. Zondervan Reference Software.
[14]
Robert H. Gundry, Matthew:
A Commentary on His Handbook for a Mixed Church under Persecution (2nd ed.,
Grand Rapids: Wm. B. Eedrmans Publishing Company, 1994), 596
[15]
A. Scott Moreau,
“Mission and Missions” dalam Evangelical Dictionary of World Missions (A.
Scott Moreau, Harold Netland and Charles van Engen, eds., Grand
Rapids/Carlisle: Baker Books/Paternoster Press, 2000), 637-638
[16]
Untuk pembahasan
tentang pengertian misi ini lihat John R. W. Stott, Christian Mission
in the Modern World (Downer Grove: Inter-Varsity Press, 1975), 15-34
[17]
Ibid., 31-34
[18]
“Concerts of Prayer” dalam Faithful in Christ
Jesus: A Mission Reader, Urbana Advance (comp. by Bill Gohen and Karen
Niedermayer; Downer Grove: Inter-Varsity Press, 1984), 22. Signifikansi doa
bagi kebangunan rohani juga dapat dilihat dari seri film dokumenter Transformation
[19]
Ada beberapa sumber yang bisa dipakai untuk
meng-up date informasi tentang misi di Indonesia. Salah satu yang umum dipakai
adalah terbitan Kalender Jaringan Doa Nasional (KJDN). Bentuk pamflet bisa didapat
secara cuma-cuma, sedangkan yang dalam bentuk buku bisa dibeli dengan harga
yang relatif sangat murah. Untuk informasi tentang misi global (seluruh dunia),
sumber utama yang biasa dipakai adalah buku Operation World yang secara
kontinyu mengalami revisi.
[20]
A People for His Name: A Church-Based
Missions Strategy (Grand Rapids:
Baker Book House, 1988), 104-105.
[21]
Ralph D. Winter & Steven C. Hawthorne, Perspectives
on the World Christian Movement: A Study Guide (rev. ed., Pasadena: Willliam
Carey Library, 1991), 15-1.
[22]
The Teaching
Church-Active in Mission (Valley Forge: Judson Press, 1987), 21.
[23] Hal yang perlu diingat adalah bahwa
pelebaran Kerajaan Allah melalui misi tidak selalu identik dengan pertumbuhan gereja. Pelaksanaan misi tidak
semata-mata ditujukan untuk memperbanyak anggota gereja lokal. bagaimanapun,
gereja lokal tetap perlu terlibat dalam misi dan pemuridan. Petobat baru juga
sebisa mungkin dibimbing menjadi anggota aktif suatu gereja local.
No comments:
Post a Comment